Bernabeu

entah mengapa..aku punya banyak hal dengan bernabeu sana. cinta, impian, dan tentunya masa depan, semuanya bersama bernabeu di madrid sana.

Rabu, 21 Juli 2010

ketua PSSI

Mungkin memang, makin dewasa, kesana-kesana pikiran makin jauh melayang saja. Terkadang kita berpikir bak pahlawan yang ga terlalu kesiangan.
“gue pengen deh jadi presiden, biar Indonesia bisa berbenah..” cetus salah seorang.
“gue yang jadi menteri perdagangan, gatel liat produk Indonesia tidak bernilai di pasaran..”cetus lagi sahabatnya.
“saya mau jadi ketua PSSI deh, gatel liat Indonesia ga bisa bener sepak bolanya…”itu perkataan gue sendiri.
Ya memang benar, waktu itu abis liat Indonesia maen lawan Oman di kualifikasi piala asia yang bakal di gelar kota megah, dubai, 2011 nanti. Dan kebetulan sangat, waktu itu sedang libur dari rutinitas santri, maka dengan sangat gagah gue berkeinginan nonton langsung ke bung karno, karena kebetulan pertandingan terakhir kualifikasi itu di helat di Jakarta.
Lumayan pesimis sebenarnya, sebagai warga Negara yang selalu berkeinginan jadi pengurus PSSI entah itu jadi OB atau segala macem, sewaktu liat preview pertandingan, Indonesia terjepit, sangat. Jika ingin tampil di megahnya stadion di dubai, Indonesia harus bisa menang telak, setelak-telaknya, dan mengharapkan lawan yang lain Australia bisa menang dari Syria. Sungguh sulit, mengingat pemain kelas eropa di kubu oman akan bermain, ali al-habsi, penjaga gawang.
Tapi, begitulah banya teman yang sering menyinggung.
“nanaonan maneh, nonton Indonesia keneh, lebar duit. Elehan wae deui.” Ngapai sih lo nonton Indonesia terus, sayang tuh duit, kalah mulu lagi.begitulah translate cepatnya.
“oh..saya tidak bisa memberi alasan mengapa, rasakan saja menonton Indonesia pertama kali, di jamin ketagihan..”
Ya, gue bilang memang sangat ketagihan ketika pertama kali nonton. Bayangkan, de tengah banyaknya masayarakat yang negatif terhadap penampilan timnas sepak bola, ketika kita memaksakan diri menonotn demi rasa nasionalisme yang sangat tinggi, kita akan mendapat sambutan yang meriah, karena di san tentu sudah menunggu para pecinta sepak bola, yang jarang mementingkan hasil, bagi mereka, bernyanyi dan berjoget mendukung timnas, sudah merupakan suatu kebanggaan bagi diri mereka sendiri. Sesambil dalam hati, terus memanjatkan doa agar sepak bola menjadi lebih baik di negeri ini.
Pertandingan kali itu, melawan oman, akhirnya ayah gue setuju juga untuk ikut masuk ke stadion, setelah beberapa kali ketika mengantar nonton pertandingan, ayah gue selalu enggan menonton. Karena memang selera sepak bolanya tidak setinggi anaknya. Tapi, kemauan di masuk juga karena hasrat fotografinya lebih besar di banding hasrat menonton sepakbola. Ayah gue selalu menyuruh gue berpose atau sebaliknya ketika di tempat-tempat baru atau memang di tempat yang memiliki background yang sangat cantik. Nampaknya, jika gue beliin kamera professional, profesinya akan pindah dengan drastis, jadi fotografer yang amatiran. Tapi, tak apalah yang penting ada temen di dalem, dari pada enek liat orang gila telanjang sambil muter-muter bendera.
Seperti telah banyak yang menduga, Indonesia kalah dengan tidak dramatis, kalo boleh di belang ini pertandingan terburuk yang pernah gue tonton. Indonesia seperti tidak bisa berkutik, berlari tidak pasti seperti semut di kejar-kejar manusia yang akhirnya mati dengan satu injekan. Sangat tragis.
Sepertinya, Indonesia tidak punya bakat dalam hal fisik, jelas kalah besar.. dalam hal permainanpun tak berbeda jauh. Bola ketika di umpan oleh pemain Indonesia seperti putaran bola-bola angin, tidak jelas dan hilang di tengah jalan. Jujur, sebagai penonton gue kecewa berat, mungkin semuanya juga.
Setelah ada review-nya di tipi, hamper semua orang menyatakan kecewa. Terlebih lagi tragisnya, Indonesia gagal lolos untuk pertama kalinya ke piala asia sejak 16 tahun. Artinya generasi jaman sekarang adalah generasi terburuk sepanjang sejarah dengan segala kekurangannya.
Ya tidak apalah ambil hal lucunya saja. Dan tak di lupakan dalam ingatanku. Ada kejadian menarik yang gue saksikan secara langsung di sana, di tribun timur dengan mata kepala gue sendiri. Ketika pertandingan beranjak ke akhir masa dan sedang menunggu detik kehancuran Indonesia, tiba-tiba dengan kaget ada secuil kutu masuk menerobos lapangan. Eh maaf, seseorang masunk ke lapangan, dia berlari dan merebut bola dari boaz, bayangkan dari boaz bukan dari cicak.
Lalu dengan pede dia menggiring menuju gawang oman, seketika pemain oman membiarkan dan dalam sekejap, sudah berhadapan dengan penjaga gawang. Tapi sayang,. Ketika di tembakan malh terlalu pelan. Nampaknya dari cara berlarinya itu, tidak buruk juga untuk seukuran pemain sepak bola, cukup berani di banding pemain Indonesia yang hanya bisa mengoper bola ke samping dan di situ telah menanti banyak rekannya.
Setelah itu, gue keluar dan pulang. Ketika gue tahu namanya hedri muladi, yang hamper aja menggentarkan gawang oman. Gue langsung nge-like semua grup yang ada di FB tentang dia.
“gue kecewa berat sama Indonesia hari ini..”begitu wawancaranya, di pun itdak di tahan karena polisipuin tak punya dalih kuat unutk menahan, karena memang benar alasannya. Indonesia mengecewakan.
Dari situ, malam itu di pojok asrama. Gue pengen jadi ketua PSSI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar